Jumat, 08 Oktober 2010

Strategi Belajar Mengajar

    Strategi belajar-mengajar adalah cara-cara yang dipilih untuk menyampaikan materi pelajaran dalam lingkungan pengajaran tertentu, yang meliputi sifat, lingkup dan urutan kegiatan yang dapat memberikan pengalaman belajar kepada siswa (Gerlach dan Ely). Strategi belajar-mengajar tidak hanya terbatas pada prosedur kegiatan, melainkan juga termasuk di dalamnya materi atau paket pengajarannya (Dick dan Carey). Strategi belajar-mengajar terdiri atas semua komponen materi pengajaran dan prosedur yang akan digunakan untuk membantu siswa mencapai tujuan pengajaran tertentu dengan kata lain strategi belajar-mengajar juga merupakan pemilihan jenis latihan tertentu yang cocok dengan tujuan yang akan dicapai (Gropper). Tiap tingkah laku yang harus dipelajari perlu dipraktekkan. Karena setiap materi dan tujuan pengajaran berbeda satu sama lain, makajenis kegiatan yang harus dipraktekkan oleh siswa memerlukan persyaratan yang berbeda pula.
     
    Klasifikasi Strategi Belajar Mengajar

    Klasifikasi strategi belajar-mengajar, berdasarkan bentuk dan pendekatan:
    1.    Expository dan Discovery/Inquiry :
    “Exposition” (ekspositorik) yang berarti guru hanya memberikan informasi yang berupa teori, generalisasi, hukum atau dalil beserta bukti bukti yang mendukung. Siswa hanya menerima saja informasi yang diberikan oleh guru. Pengajaran telah diolah oleh guru sehingga siap disampaikan kepada siswa, dan siswa diharapkan belajar dari informasi yang diterimanya itu, disebut ekspositorik. Hampir tidak ada unsur discovery (penemuan). Dalam suatu pengajaran, pada umumnya guru menggunakan dua kutub strategi serta metode mengajar yang lebih dari dua macam, bahkan menggunakan metode campuran.

    Suatu saat guru dapat menggunakan strategi ekspositorik dengan metode ekspositorik juga. Begitu pula dengan discovery/inquiry. Sehingga suatu ketika ekspositorik - discovery/inquiry dapat berfungsi sebagai strategi belajar-mengajar, tetapi suatu ketika juga berfungsi sebagai metode belajar-mengajar. 

    Guru dapat memilih metode ceramah, ia hanya akan menyampaikan pesan berturut-turut sampai pada pemecahan masalah/eksperimen bila guru ingin banyak melibatkan siswa secara aktif. suatu strategi yang diterapkan guru, tidak selalu mutlak ekspositorik atau discovery. Guru dapat mengkombinasikan berbagai metode yang dianggapnya paling efektif untuk mencapai suatu tujuan tertentu.
    1.   Discovery dan Inquiry :
    Discovery (penemuan) sering dipertukarkan pemakaiannya dengan inquiry (penyelidikan). Discovery (penemuan) adalah proses mental dimana siswa mengasimilasikan suatu konsep atau suatu prinsip. Proses mental misalnya; mengamati, menjelaskan, mengelompokkan, membuat kesimpulan dan sebagainya. Sedangkan konsep, misalnya; bundar, segi tiga, demokrasi, energi dan sebagai. Prinsip misalnya “Setiap logam bila dipanaskan memuai”

    Inquiry, merupakan perluasan dari discovery (discovery yang digunakan lebih mendalam) Artinya, inquiry mengandung proses mental yang lebih tinggi tingkatannya. Misalnya; merumuskan problema, merancang eksperi men, melaksanakan eksperimen, melaksanakan eksperimen, mengumpulkan data, menganalisis data, membuat kesimpulan, dan sebagainya.

    Selanjutnya Sund mengatakan bahwa penggunaan discovery dalam batas-batas tertentu adalah baik untuk kelas-kelas rendah, sedangkan inquiry adalah baik untuk siswa-siswa di kelas yang lebih tinggi. DR. J. Richard Suchman mencoba mengalihkan kegiatan belajar-mengajar dari situasi yang didominasi. guru ke situasi yang melibatkan siswa dalam proses mental melalui tukar pendapat yang berwujud diskusi, seminar dan sebagainya.
    Sedangkan langkah-langkah inquiry menurut dia meliputi:
    1.   Menemukan masalah
    2.   Pengumpulan data untuk memperoleh kejelasan
    3.   Pengumpulan data untuk mengadakan percobaan
    4.   Perumusan keterangan yang diperoleh
    5.   Analisis proses inquiry.
    1.   Pendekatan konsep :
    Terlebih dahulu harus kita ingat bahwa istilah “concept” (konsep) mempunyai beberapa arti. Namun dalam hal ini kita khususkan pada pembahasan yang berkaitan dengan kegiatan belajar-mengajar. Suatu saat seseorang dapat belajar mengenal kesimpulan benda-benda dengan jalan membedakannya satu sama lain. Jalan lain yang dapat ditempuh adalah memasukkan suatu benda ke dalam suatu kelompok tertentu dan mengemukakan beberapa contoh dan kelompok itu yang dinyatakan sebagai jenis kelompok tersebut. Jalan yang kedua inilah yang memungkinkan seseorang mengenal suatu benda atau peristiwa sebagai suatu anggota kelompok tertentu, akibat dan suatu hasil belajar yang dinamakan “konsep”.

    Kita harus memperhatikan pengertian yang paling mendasar dari istilah “konsep”, yang ditunjukkan melalui tingkah laku individu dalam mengemukakan sifat-sifat suatu obyek seperti : bundar, merah, halus, rangkap, atau obyek-obyek yang kita kenal seperti rambut, kucing, pohon dan rumah. Semuanya itu menunjukkan pada suatu konsep yang nyata (concrete concept). Gagne mengatakan bahwa selain konsep konkret yang bisa kita pelajari melalui pengamatan, mungkin juga ditunjukkan melalui definisi/batasan, karena merupakan sesuatu yang abstrak. Misalnya iklim, massa, bahasa atau konsep matematis. Bila seseorang telah mengenal suatu konsep, maka konsep yang telah diperoleh tersebut dapat digunakan untuk mengorganisasikan gejala-gejala yang ada di dalam kehidupan. Proses menghubung-hubungkan dan mengorganisasikan konsep yang satu dengan yang lain dilakukan melalui kemampuan kognitif
      
    1.   Pendekatan Cara Belajar Stswa Aktif (CBSA)
    Pendekatan ini sebenamya telah ada sejak dulu, ialah bahwa di dalam kelas mesti terdapat kegiatan belajar yang mengaktifkan siswa (melibatkan siswa secara aktif). Hanya saja kadar (tingkat) keterlibatan siswa itulah yang berbeda. Kalau dahulu guru lebih banyak menjejalkan fakta, informasi atau konsep kepada siswa, akan tetapi saat ini dikembangkan suatu keterampilan untuk memproses perolehan siswa. Kegiatan belajar-mengajar tidak lagi berpusat pada siswa (student centered).

    Siswa pada hakekatnya memiliki potensi atau kemampuan yang belum terbentuk secara jelas, maka kewajiban gurulah untuk merangsang agar mereka mampu menampilkan potensi itu, betapapun sederhananya. Para guru dapat menumbuhkan keterampilan-keterampilan pada iswa sesuai dengan taraf perkembangannya, sehingga mereka memperoleh konsep. Dengan mengembangkan keterampilan keterampilan memproses perolehan, siswa akan mampu menemukan dan mengembangkan sendin fakta dan kosep serta mengembangkan sikap dan nilai yang dituntut. Proses belajar-mengajar seperti inilah yang dapat menciptakan siswa belajar aktif.

    Hakekat CBSA adalah proses keterlibatan intelektual-emosional siswa dalam kegiatan belajar mengajar yang memungkinkan terjadinya:
    • Proses asimilasi/pengalaman kognitif, yaitu: yang memungkinkan terbentuknya pengetahuan
    • Proses perbuatan/pengalaman langsung, yaitu: yang memungkinkan terbentuknya keterampilan
    • Proses penghayatan dan internalisasi nilai, yaitu: yang memungkinkan terbentuknya nilai dan sikap
    Walaupun demikian, hakekat CBSA tidak saja terletak pada tingkat keterlibatan intelektual-emosional, tetapi terutama juga terletak pada diri siswa yang memiliki potensi, tendensi atau kemungkinan kemungkinan yang menyebabkan siswa itu selalu aktif dan dinamis. Oleh sebab itu guru diharapkan mempunyai kemampuan profesional sehingga ia dapat menganalisis situasi instruksional kemudian mampu merencanakan sistem pengajaran yang efektif dan efisien.

    Tidak ada komentar:

    Posting Komentar